"...kenapa Tuhan memilih biru untuk kita lihat sebagai warna langit?" (-Alan Arifin) |
"Langit di sini selalu biru, ya?"
"Tidak...tidak juga" Sebuah suara menyela. Saya menatap orang yang empunya suara. Ia menyunggingkan senyum.
"Kecuali malam dan saat hujan, saya selalu melihat langit berwarna biru..."
"Kau yakin?" Ia menyela lagi dengan cepat. Gilirannya melihat saya dengan raut muka penuh tanya. Mengejek-lebih tepatnya.
"Maksud saya, langit di sini beda. Selalu biru. Biru sekali...biru sekali...biruuuuu sekali... Atau mungkin perasaan saya saja?"
"Perasaanmu saja...Tapi, kenapa Tuhan memilih biru untuk kita lihat sebagai warna langit? Dari sekian banyaknya warna. Yaah, meskipun sebenarnya biru bukan warna langit yang sesungguhnya, kan? Kenapa Tuhan tidak memilih merah? Atau seandainya saja hijau. Atau kuning. Atau pink? Atau... " Bicara panjangnya terhenti karena saya tertawa.
"Kau serius memilih warna-warna itu sebagai warna langit? Saya tidak bisa membayangkan jika langit berwarna merah. Apalagi kuning? Pink?" Saya tertawa lagi.
"Kenapa tidak? Kau merasa aneh? Ah, tentu saja kau merasa aneh karena setiap hari kau telah melihat biru sebagai warna langit. Makanya saat kau membayangkan warna lain sebagai warna langit kau tertawa. Saya yakin, jika langit berwarna merah, atau kuning, atau pink, dan setiap hari kau melihat warna-warna itu sebagai warna langit maka kau pun akan tertawa jika membayangkan bagaimana seandainya langit berwarna biru" Saya melirik ke arahnya. Baju dan celana putihnya kontras sekali dengan baju dan celana saya yang berwarna hitam.
"Hmmm... Ngomong-ngomong soal warna. Saat kita disuruh menyebutkan jenis-jenis warna maka hitam ikut kita sebutkan. Tapi kau tahu berapa banyak orang yang tidak menyukai hitam? Tentu saja lebih banyak dari orang-orang yang menyukai warna cerah. Mereka menganggap hitam tidak berwarna. Bukankah aneh? Menganggap hitam sebagai warna tetapi menyebutnya tidak berwarna?" Dia mengangguk setuju.
Kini kami terdiam. Kami masih dengan posisi yang sama, berbaring bersebelahan di atas pasir putih di bawah pepohonan. Melihat matanya terpejam, mata saya pun ikut terpejam.Tangan kami masing-masing masih memeluk buku yang sama, bersampul penuh warna.
Sepi. Tidak ada suara apapun yang terdengar. Tiba-tiba...
"Bangun...bangun...bangun"...
... ... ...
#cttnAA
Comments