Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2019

The Magic - Sebuah Buku Sihir

".. setiap aksi memberi syukur setara dengan jumlah syukur yang akan kita terima." (-Rhonda Byrne) Pernah merasa berjodoh dengan sebuah buku? Saat saya masih rajin nge-Smule ada seorang teman yang meminta saya untuk menyanyikan sebuah lagu (uhuui hahaha). Kebetulan lagu yang ia minta belum pernah saya dengar sebelumnya. Jadilah si teman saya ini mengirimkan  music video lagu tersebut. Katanya supaya saya hafalin dan hayati lagunya (ini orang sepertinya pengen bangat dengerin lagu ini dari suara cempreng saya). Saya pun memutar video yang ia kirim. Tapi karena saat itu saya sedang makan siang jadi saya hanya mendengarkan lagunya sambil sesekali mengintip isi video. Saya agak kaget ketika ada adegan di dalam music video tersebut yang memunculkan sebuah buku. Bukan hanya sekali tetapi beberapa kali. Sepertinya buku tersebut memang punya peranan penting dalam music video lagu itu dan rasanya saya pernah melihat buku itu di suatu tempat. Untuk memastikan saya me-re

Obrolan 4: "Entahlah..."

"Kau pernah bertanya, kan, apakah kita bisa jatuh hati sama seseorang yang belum pernah kita temui? Saya rasa jawabannya: 'iya, bisa'. Buktinya, saya." (-Alan Arifin) "Kau pernah jatuh hati?" Saya melihatnya menyeka keringat. Matanya menyipit karena sinar matahari. "Tentu saja pernah. Kau sendiri bagaimana? Sudah jatuh hati? Pernah?" Dia menggunakan ekspresi mengejeknya. Seperti biasa. "Menurutmu?" Saya balik bertanya. "Taruhan kau pasti belum pernah" Dia mengedipkan mata sambil tertawa. "Kau tahu saya pertama kali jatuh hati saat duduk di kelas 6 SD. Ah, sudah lama sekali. Orang itu adalah cinta monyet sekaligus cinta pertama saya" Dia membuat wajah 'pura-pura' cemberut. "Serius?" Saya tertawa. "Bagaimana bisa?" Saya tidak bisa berhenti tertawa. "Kenapa?" Dia ikut tertawa "Kau sendiri bagaimana?" Dia menyenggol tanganku. "Bagaimana kau

Obrolan 3: "Pantai"

"...pantai adalah gambaran sederhana kehidupan. Kadang ramai dan ada waktunya...sepi. " (-Alan Arifin) "Kau bilang kau suka pantai?" Tanyaku padanya yang sedari tadi kelihatannya belum berkedip sama sekali. "Saya suka pantai. Memangnya ada yang tidak suka pantai?" Dia menjawab dengan pertanyaan. "Tentu saja ada. Meskipun..." saya berhenti sejenak untuk meminum air mineral yang saya bawa. "Meskipun saya tidak tahu siapa orangnya....atau siapa mereka" "Kau tidak tahu siapa orangnya?. Okeee..." Dia mengangguk-anggukkan kepalanya berulang-ulang sambil tersenyum. "Jadi, saya bisa asumsikan kalau semua orang menyukai pantai" Dia tersenyum lagi. "Terserahlah. Saya percaya bahwa di dunia ini tidak ada satu hal yang bisa disukai oleh semua orang. Uumm, tapi ngomong-ngomong, kenapa kau suka pantai?" Kini giliranku menjawab dengan memberikan pertanyaan. Menirunya. Hmm, bukankah memang percakapan kami bent

Obrolan 2: "Hujan"

"Kadang kita terlalu banyak mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu kita keluhkan, bahkan mungkin tidak pantas kita keluhkan" (-Alan Arifin) "Hujan lagi" "Maksudmu 'akhirnya hujan juga'. Baru dua kali hujan, kemarin saat kau datang dan hari ini, setelah hampir sebulan hujan tidak pernah turun di sini" Dia menyela. Saya melihat ke arahnya. Dia masih mengenakan baju dan celana putih yang sama seperti saat terakhir kali kami bertemu dan mengobrol tentang warna langit- juga pertemuan kami sebelum-sebelumnya. Pun saya. Entah kenapa saya selalu mengenakan baju dan celana hitam yang sama setiap kali bertemu dia. "Saya baru tahu" Saya memalingkan wajah ke luar jendela. "Karena kau orang 'baru'. Tidak heran" Dia membuat wajah mengejeknya yang khas. Tersenyum, menyipitkan kedua matanya sambil mengangkat alis. "Aaaaa, jadi boleh dibilang kedatangan saya membawa berkah" Saya tersenyum. "Ya, b

Obrolan 1: "Warna"

"... kenapa Tuhan memilih biru untuk kita lihat sebagai warna langit? " (-Alan Arifin) "Langit di sini selalu biru, ya?" "Tidak...tidak juga" Sebuah suara menyela. Saya menatap orang yang empunya suara. Ia menyunggingkan senyum. "Kecuali malam dan saat hujan, saya selalu melihat langit berwarna biru..." "Kau yakin?" Ia menyela lagi dengan cepat. Gilirannya melihat saya dengan raut muka penuh tanya. Mengejek-lebih tepatnya. "Maksud saya, langit di sini beda. Selalu biru. Biru sekali...biru sekali...biruuuuu sekali... Atau mungkin perasaan saya saja?" "Perasaanmu saja...Tapi, kenapa Tuhan memilih biru untuk kita lihat sebagai warna langit? Dari sekian banyaknya warna. Yaah, meskipun sebenarnya biru bukan warna langit yang sesungguhnya, kan? Kenapa Tuhan tidak memilih merah? Atau seandainya saja hijau. Atau kuning. Atau pink? Atau... " Bicara panjangnya terhenti karena saya tertawa. "Kau serius m