Dampak
Gender dalam Niat Melakukan Whistle-blowing: Analisis Multigrup
Briyan Efflin Syahputra
Dekar Urumsah
(Universitas Islam Indonesia)
Direview Oleh
Fachran Nurdiansyah Arifin
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam beberapa tahun belakangan ini,
banyak tindakan fraud yang terungkap,
khususnya di sektor publik yang telah mendapat perhatian oleh banyak pihak. Salah
satu tindakan fraud yang paling
sering terjadi di beberapa negara, termasuk Indonesia adalah korupsi.
Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Transparency International pada
tahun 2015, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia sebesar 36 dengan skala
skor 0-100, Indonesia masih tergolong sebagai negara dengan persepsi korupsi
yang tinggi. Berdasarkan data tersebut, peringkat Indonesia ternyata masih
tertinggal dari beberapa negara yang terdapat di ASEAN, seperti Singapura,
Malaysia dan Thailand (Transparency International, 2016).
Dengan tingginya praktik korupsi
tersebut, maka perlu ditemukan suatu cara yang efektif untuk mencegah dan
mengungkapkan tindakan fraud tersebut. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan fraud adalah
Whistle-blowing. Efektifnya whistle-blowing dalam mengungkapkan fraud
telah banyak diakui oleh akuntan dan regulator di negara Amerika Serikat dan
negara-negara lainnya (Dyck et al, 2010).
Whistle-blowing erat kaitannya dengan Teori Planned of Behavior (TPB) yang menjelaskan bahwa
perilaku yang dilakukan seseorang timbul atau muncul karena adanya niat untuk
berperilaku. Menurut TPB, niat dapat terbentuk dari tiga faktor yaitu attitude
toward behavior (sikap terhadap perilaku), subjective norms (norma
subjektif) dan perceived behavior control (persepsi kontol atas
perilaku).
Whistle-blowing sendiri
merupakan
tindakan pegawai (atau mantan pegawai) untuk mengungkapkan apa yang ia
percaya sebagai perilaku ilegal atau tidak etis kepada pihak manajemen puncak
(atau yang lebih tinggi) atau kepada pihak berwenang diluar organisasi maupun
kepada publik (Bouville, 2007). Miceli et al. (2008) menjelaskan bahwa whistle-blowing
merupakan tindakan pengungkapan informasi yang dilakukan oleh anggota
organisasi atau mantan atas praktik ilegal, tidak bermoral, atau praktik yang tidak sah kepada pihak atau
organisasi yang mungkin akan dapat mempengaruhi tindakan
Dalam melakukan whistle-blowing
akan ada dampak negatif bagi whistle-blower
misalnya adalah pembalasan dendam dari organsiasi seperti kehilangan pekerjaan,
pencemaran nama baik dan isolasi dalam bekerja. Maka dari itu, tentunya perlu
diperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi niat seseorang untuk
melakukan whistle-blowing, di mana salah satu faktor yang sering diuji
adalah gender.
Jika dihubungkan dengan niat
melakukan whistle-blowing, maka akan ada perbedaan sikap antara
laki-laki dan perempuan ketika dihadapkan pada sikap untuk melakukan whistle-blowing.
Dari beberapa peneltian yang dilakukan terdapat ketidakkonsistenan hasil
terkait dengan pengaruh gender. Misalnya Vadera et al. (2009) menyatakan bahwa
laki-laki akan cenderung lebih berani melakukan whistle-blowing jika
dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan menurut Mesmer-Magnus dan Viswesvaran
(2005) menunjukan perempuan akan lebih berani melakukan whistle-blowing
dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya
kemungkinan perbedaan sikap atau tindakan antara laki-laki dan perempuan
(gender) terhadap niat seseorang untuk melakukan whistle-blowing.
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah berfokus
untuk menguji perbedaan sikap atau tindakan antara laki-laki dan perempuan
(gender) ketika dihadapkan untuk melakukan whistle-blowing. Apabila
gender terbukti memiliki pengaruh terhadap niat seseorang untuk melakukan whistle-blowing,
maka gender dapat dikatakan sebagai variabel moderasi terhadap niat melakukan whistle-blowing.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif untuk menguji model penelitian yang telah dibangun.
Teknik pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini adalah angket
(kuesioner). Dalam memilih sampel, convenient sampling diterapkan dengan
menyebarkan kuesioner yang berisi 24 pertanyaan yang ditujukan kepada Pegawai
Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di DPPKA Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY), BKAD Kota Yogyakarta, BKAD Kabupaten Sleman, BKAD Kabupaten Kulon Progo,
BKAD Kabupaten Bantul, dan BKAD Kabupaten Gunung Kidul.
D. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk
menguji efek moderasi variabel gender terhadap niat untuk melakukan whistle-blowing.
Analisis multigrup digunakan dalam penelitian ini untuk melihat efek moderasi
dari gender. Pengujian efek moderasi dari gender diuji melalui hubungan antara
komitmen organisasi, komitmen profesi dan intensitas moral terhadap niat
melakukan whistle-blowing. Sampel penelitian ini sebanyak 160 pegawai
negeri sipil (PNS) yang bekerja di kantor DPPKA Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), BKAD Kota Yogyakarta, BKAD Kabupaten Sleman, BKAD Kabupaten
Kulon Progo, BKAD Kabupaten Bantul, dan BKAD Kabupaten Gunung Kidul. Adapun
hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa gender tidak terbukti sebagai
variabel moderasi terhadap niat melakukan whistle-blowing.
E. KOMENTAR
Sebagai
pembaca, menurut saya penelitian ini sudah cukup baik karena bisa dipahami oleh
pembaca. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa niat seseorang melakukan whistle-blowing tidak dipengaruhi oleh jenis
kelaminya (gender) akan tetapi dilihat dari kondisi. Dalam hal ini keamanan
rahasia identitas whistle-blower, yang akan menimbulkan dampak negatif
bagi para whistle-blower ketika identitas para whistle-blower
tersebut bocor dan diketahui oleh karyawan lainnya.
Dapat dilihat pula bahwa ternyata
niat melakukan whistle-blowing dipengaruhi
oleh dua hubungan yaitu pengaruh hubungan komitmen profesi dan intensitas
moral. Semakin tinggi komitmen profesi dan intensitas moral seseorang
maka semakin tinggi pula niat seseorang untuk melakukan whistle-blowing,
dan tidak dilihat dari jenis kelaminnya.
Namun, keterbatasan dari penelitian
ini adalah mengabaikan pengaruh lingkungan dan sosial (subjective norms)
dalam model penelitian. Subjective norms dapat menjadi variabel
potensial karena individu akan mendapatkan tekanan oleh lingkungan seperti
atasan, pemerintah, dan bagian pencegahan kecurangan untuk mengungkapkan
kejadian kecurangan yang diketahuinya untuk pengungkapan kecurangan.
Comments