"Kadang kita terlalu banyak mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu kita keluhkan, bahkan mungkin tidak pantas kita keluhkan" (-Alan Arifin) |
"Hujan lagi"
"Maksudmu 'akhirnya hujan juga'. Baru dua kali hujan, kemarin saat kau datang dan hari ini, setelah hampir sebulan hujan tidak pernah turun di sini" Dia menyela.
Saya melihat ke arahnya. Dia masih mengenakan baju dan celana putih yang sama seperti saat terakhir kali kami bertemu dan mengobrol tentang warna langit- juga pertemuan kami sebelum-sebelumnya. Pun saya. Entah kenapa saya selalu mengenakan baju dan celana hitam yang sama setiap kali bertemu dia.
"Saya baru tahu" Saya memalingkan wajah ke luar jendela.
"Karena kau orang 'baru'. Tidak heran" Dia membuat wajah mengejeknya yang khas. Tersenyum, menyipitkan kedua matanya sambil mengangkat alis.
"Aaaaa, jadi boleh dibilang kedatangan saya membawa berkah" Saya tersenyum.
"Ya, berkah bagi desa ini tapi tidak untukmu, kan? Kau baru saja mengeluhkannya" Dia tertawa kecil.
"Terserahlah..." Saya masih melihat ke luar jendela. Hujan semakin deras. "Kenapa hujan harus turun sekarang, sih?"
"Yaa, karena ini memang waktunya untuk turun" Dia tertawa kecil.
"Waktunya tidak tepat" Aku mendengus.
"Tepat untuk orang-orang di desa ini" Dia melihat ke arahku.
"Relatif" Kata itu keluar dari mulut kami berdua. Kami tertawa.
"Kadang kita terlalu banyak mengeluhkan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu kita keluhkan, bahkan mungkin tidak pantas kita keluhkan. Kau mungkin tidak menyukai hujan yang turun saat ini. Tapi orang-orang di sini telah lama merindukannya. Mereka telah menghabiskan waktu untuk menunggu dan...berdo'a?. Jadi, daripada kau membuat perasaan dan pikiranmu tidak 'enak' kenapa kau tidak ikut bersyukur saja? Seperti yang kau bilang tadi, kedatanganmu boleh jadi berkah-meskipun saya tidak setuju" Khutbah panjangnya akhirnya bertitik juga. Saya mengamini.
"Kau tahu, dulu saat kecil hujan adalah hal ajaib bagi saya dan teman-teman. Berlarian di bawah rinainya. Bermain, kejar-kejaran bersama mereka. Aaah, membayangkannya saja sudah membuat bahagia. Jadi rindu masa-masa itu" Saya menjulurkan tangan keluar jendela. "Jika tidak dibolehkan mandi hujan, saya selalu memandang keluar jendela seperti ini-atau duduk di teras rumah memandangi tiap tetesnya yang jatuh di atas jalanan yang terlihat seperti mahkota-mahkota mungil berkilauan. Rasanya menyenangkan. Saya heran kenapa sekarang kebiasaan itu telah jarang saya lakukan?" Giliran saya mengakhiri curhat panjang saya.
"Jadi, kesimpulannya kau menyukai hujan tapi tidak saat ini?"
"Uummmmmh, kau tahu sendiri, saya harus ke kamar mandi sekarang dan menyalurkan hajat besar yang sudah saya tahan sedari tadi dan malah terjebak di rumah tua ini karena...karena hujan. Tapi bukan berarti saya tidak menyukai hujan" Dia tertawa mendengarnya.
"Kenapa kita tidak lari saja menerobos hujan? Kau bilang kau rindu berlarian di bawah hujan" Ada nada mengejek di perkataannya barusan.
"Jika usia kita masih belasan dan tidak membawa laptop sekarang, kau pikir saya mau terjebak di sini?" Dia tertawa. Saya ikut tertawa.
... ... ...
#cttnAA
Comments