Skip to main content

Obrolan 3: "Pantai"

"...pantai adalah gambaran sederhana kehidupan. Kadang ramai dan ada waktunya...sepi. "
(-Alan Arifin)

"Kau bilang kau suka pantai?" Tanyaku padanya yang sedari tadi kelihatannya belum berkedip sama sekali.

"Saya suka pantai. Memangnya ada yang tidak suka pantai?" Dia menjawab dengan pertanyaan.

"Tentu saja ada. Meskipun..." saya berhenti sejenak untuk meminum air mineral yang saya bawa. "Meskipun saya tidak tahu siapa orangnya....atau siapa mereka"

"Kau tidak tahu siapa orangnya?. Okeee..." Dia mengangguk-anggukkan kepalanya berulang-ulang sambil tersenyum. "Jadi, saya bisa asumsikan kalau semua orang menyukai pantai" Dia tersenyum lagi.

"Terserahlah. Saya percaya bahwa di dunia ini tidak ada satu hal yang bisa disukai oleh semua orang. Uumm, tapi ngomong-ngomong, kenapa kau suka pantai?" Kini giliranku menjawab dengan memberikan pertanyaan. Menirunya. Hmm, bukankah memang percakapan kami bentuknya selalu begini?

"Apa harus butuh alasan untuk menyukai sesuatu?" Dia menjawab dengan pertanyaan lagi.

"Ya, iyalah. Saat kau menyukai sesuatu itu pasti ada sebabnya. Ada alasan-alasan di baliknya. Omong kosong jika ada orang yang bilang menyukai sesuatu tanpa ada alasan." Dia melihat ke arah saya. Saya mengangkat bahu sambil tersenyum.

"Saya suka pantai. Lebih tepatnya duduk di pantai dan memandangi lautan seperti ini. Jika kau ingin tahu alasan kenapa saya menyukai pantai jawabannya sama dengan alasan kenapa kau suka memandangi hujan." Dia menirukan gaya mengangkat bahu saya tadi.

"Menyenangkan. Menenangkan. Membuat nyaman. Menghadirkan perasaan bahagia." Saya mengedipkan mata. Dia menganggukkan kepala.

"Kau sendiri? Kenapa kau suka pantai?" Dia melihat ke arah saya.

"Menurut saya pantai adalah gambaran sederhana kehidupan. Kadang ramai dan ada waktunya...sepi. Berada di pantai adalah cara saya merenungi dan mensyukurinya." Saya tersenyum sambil melemparkan batu kecil ke laut.

Kini kami terdiam. Desiran ombak menggantikan kami bersuara. Aahhh, langit sudah jingga. Burung-burung kecil yang sibuk terbang ke sana ke mari tidak lagi kelihatan. Anak-anak kecil yang dari tadi berenang sudah pulang. Pun nelayan-nelayan dengan perahu-perahu mereka telah menyudahi 'acara' menangkap ikan.

Saya berdiri dan mengajaknya untuk pulang. Dia agak enggan tetapi akhirnya berdiri juga. Saya masih belum bisa menemukan jawaban kenapa kami masih mengenakan baju yang sama setiap kali bertemu. Saya dengan pakaian hitam, dan dia dengan pakaian putih.

Mungkin saja saya sudah tahu jawabannya. Atau mungkin memang tidak ada jawabannya...

Mungkin...


... ... ...

#cttnAA

Comments

Popular posts from this blog

Home is My Favorite Word

  Salah satu kata favoritku dalam bahasa inggris adalah ‘home’ yang berarti rumah. Memang kata rumah dalam bahasa inggris bukan hanya ‘home’, ada ‘house’ juga. Yang menjadi pembeda, saat kita bilang ‘house’ maka artinya hanya sebatas ‘bangunan fisik’ yang kita tempati. Tidak lebih. Sedangkan saat kita bilang ‘home’ kita tidak hanya bicara tentang bangunan fisik, kita bicara tentang perasaan. ‘Home’ berarti perwujudan apapun yang membuat kita nyaman dan menemukan cinta. Maka itu bisa tempat, bangunan, atau bahkan orang. Selama kita merasa nyaman. Selama kita merasa aman. Selama kita merasa dicintai. Selama kita bisa menjadi diri kita sendiri tanpa khawatir dinilai. Selama kita bahagia. Maka tidak penting dalam bentuk apapun, itu adalah ‘home’. Ketika seseorang bilang ke kita “you are my home” atau “you feel like home to me”, bagiku itu adalah bentuk penghargaan tertinggi.

Kenangan

  Aku biasanya berbaring di sampingmu. Semenjak kecil. Mendengarkanmu bercerita banyak hal. Apa saja, termasuk keinginan-keinginan sederhanamu. Terlalu sederhana. Seperti saat kau memintaku untuk membelikanmu sebuah sandal yang nyaman untuk kau pakai di rumah. Kadang giliranmulah yang mendengarkan aku bercerita. Lebih tepatnya berkeluh kesah. Saat banyak hal menyakitkan terjadi. Saat hati sesak, penuh dengan beban. Mengobrol denganmu selalu menjadi obat. Saat jauhpun kita tidak pernah absen mengobrol. Saling menelepon menjadi rutinitas kita. Meskipun hanya beberapa menit. Kau bilang; “Yang penting kmalongo nik Alan ni suara do” Sekarang, hening. Tempat tidur yang biasanya kau tempati, di mana aku biasanya berbaring di sisimu, sekarang kosong. Kau tidak lagi di situ. Tidak ada lagi senandung-senandung kecilmu. Pun obrolan-obrolan kita. Aku tidak bisa lagi mendengarkan suaramu. Semesta memutuskan telepon kita. Padahal masih banyak yang ingin kuceritakan padamu, masih banyak yang ingi...

Review Jurnal - Etika Bisnis dan Profesi

PERAN PENTING ETIKA BISNIS BAGI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN INDONESIA DALAM BERSAING DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN ( https://www.jagakarsa.ac.id ) Jeffry H. Sinaulan (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tama Jagakarsa) DIREVIEW OLEH Fachran Nurdiansyah Arifin A.     LATAR BELAKANG Dengan berkembangnya dunia ekonomi tentunya pelaku ekonomi harus memerhatikan faktor-faktor terkait dengan perkembangan tersebut. Dalam perusahaan dibutuhkan perencanaan jangka panjang dan strategi yang tepat untuk dapat bersaing dalam persaingan global yang sangat ketat saat ini. Selain itu, faktor lain yang perlu diperhatikan dalam perusahaan untuk dapat bersaing dalam perkembangan ekonomi saat ini adalah terkait dengan masalah “etika”. Etika sangatlah penting bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya juga dalam mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk yang dijual oleh perusahaan. Tentunya hal tersebut juga berpengaruh terhadap tingkat...