Skip to main content

Obrolan 5: "Bintang"

"Tidak ada pilihan yang salah. Bahkan saat kita merasa kecewa atas pilihan yang kita buat, setidaknya kita telah belajar dari itu"
(-Alan Arifin)


“Inilah untungnya ketika tidak ada listrik. Langit malam terlihat lebih cantik. Kita bisa melihat bintang-bintang dengan jelas. Kau lihat bintang-bintang yang di sana? Yang membentuk huruf A itu? Itu adalah bintang saya,” Tangannya menunjuk-nunjuk ke atas. “Bintangmu yang mana?” Dia bertanya lagi.

“Saya? Saya tidak tahu. Mungkin semua bintang di atas? Ya, semua bintang di atas adalah bintang saya.” Mata saya tidak bisa terlepas dari langit malam. Benar sekali katanya tadi. Langit malam terlihat lebih cantik di sini.

“Oh, come on. Kau tidak bisa memilih semuanya. Kau hanya bisa memilih satu bintang atau satu rasi bintang. Sekarang pilihlah,” Dia menolehkan wajahnya pada saya. Saya ikutan melihat ke arahnya, membuat tatap kami bertemu. Wajahnya terlihat dengan jelas meski hanya ditimpa cahaya bintang dan bulan yang mirip seperti kuning telur mata sapi di atas sana. Dia menyimpul senyum sambil menaikturunkan kedua alisnya. Mata saya tertuju pada sesuatu di atas pangkal alisnya yang kanan. Sebuah tahi lalat? Sejak kapan ada di sana? “Ayo, pilihlah.” Dia bersuara lagi. Saya tersenyum lalu kembali memandangi langit. Mencoba menemukan bintang saya.

“Mungkin yang itu?” Saya menunjuk sebuah bintang di sebelah bintang A-nya. Wajahnya kembali diarahkan ke langit.

“Yang mana?” Dia kembali bertanya setelah beberapa saat tidak berhasil menemukan bintang yang saya maksud.

“Yang sendiri. Di sebelahmu. Maksud saya di sebelah bintang A-mu.” Dia mengikuti arah telunjukku. Beberapa detik kemudian kernyit di alisnya menghilang. Sepertinya dia telah menemukannya.

“Kenapa kau memilih bintang itu?” Wajahnya kembali lagi menoleh pada saya.

“Kau sendiri kenapa memilih bintang A itu?” Saya balik bertanya sambil terus memandangi bintang saya dan bintang A-nya.

“Hemmmmmm…,” Dia menghela dan menghembuskan napas. “Dulu saat malam saya sering duduk di depan teras rumah. Memandangi langit malam seperti ini. Dan bintang A ini yang sering saya lihat dari teras rumah, ‘bertengger’dan seakan-akan mengucap salam pada saya. Berbicara kepada saya.” Dia memasang wajah seriusnya’membuat saya tidak bisa menahan tawa.

“Apa saja yang dikatakan bintang A-mu selain mengucap salam?” Saya bermaksud mengejek dengan menirukan wajah ‘serius’nya.

“Kau tebak sendiri. Kira-kira apa yang dikatakannya?” Dia tersenyum. Saya mengangkat bahu memberi isyarat: “I have no idea

“Saya tahu kau pasti tidak bisa menebak apa yang dikatakannya,” Wajahnya masih tersenyum. Tangannya menunjuk ke atas membuat gerakan menulis yang sepertinya membentuk huruf A. “Tunggu, kau bahkan belum memberitahu saya kenapa kau memilih bintang yang itu?” Dia menunjuk bintang yang saya pilih tadi lalu mengubah posisinya. Tubuhnya kini menghadap ke arah saya dengan kepala bertopangkan tangan kanannya yang ditekuk.

“Entahlah. Saya hanya merasa bintang di dekat bintang A-mu itu…keren? Iya, keren.” Mendengar jawaban tersebut dia tertawa.

“Keren? Hanya itu alasannya? Oke. Kau penasaran, kan, apa yang dikatakan bintang A saya selain mengucap salam? Dia baru saja bilang kalau pilihan bintangmu ‘keren’.“ Kini gilirannya mengejek saya. Dia masih tertawa. Saya mengacuhkannya dan malah menunjuk ke arah langit dan meniru gerakan menulisnya tadi.

“Bilang pada bintang A-mu ‘terima kasih’. Nanti saya bawakan sate sebagai hadiah.” Saya masih membuat gerakan menulis tadi sambil ikutan tertawa.

“Dia bilang ‘Sama-sama’. Tapi katanya dia tidak suka sate. Mana ada bintang yang makan sate?”

“Kalau dia tidak mau satenya ya sudah. Saya habiskan sendiri.” Saya melipat tangan saya di dada, memejamkan mata, dan tersenyum. Mmm, makan sate sambil memandangi langit seperti ini sepertinya ide bagus juga. Pikir saya.

“Kata bintang saya,  satenya berikan saja pada saya…” Saya membuka mata dan melihat ke arahnya. Dia memejamkan matanya sambil tersenyum, meniru saya.  Saya tertawa. Dia ikut tertawa.

“Tapi, kenapa juga harus memilih beberapa bintang di antara bintang-bintang itu? Saya lebih suka menyebut semua bintang di atas adalah milik saya.” Dia menghentikan tawanya mendengar pertanyaan saya barusan.

“Serakah, dong,” Dia tersenyum yang kemudian dilanjutkan lagi dengan tawa.

“Itu pilihan saya.” Saya ngotot.

“Kau diharuskan untuk memilih di antara bintang-bintang itu.” Dia menekankan nada bicaranya pada kata ‘di antara’. “Jadi ketika kau memilih semuanya maka itu tidak termasuk dalam ‘memilih di antara’. Kau tidak sedang memilih.” Dia mengakhirnya dengan senyum. Lagi.

Well, ada orang yang bilang bahwa tidak memilih pun adalah suatu pilihan.” Mata saya terpejam mengabaikan pandangan matanya pada wajah saya.

“Orang itu pasti pengecut.” Dia menahan tawa melihat mata saya yang langsung terbuka setelah mendengar kalimat pendeknya barusan.

“Kau mau tahu siapa orangnya?”. Dia menganggukkan kepala. Saya membisikkan sesuatu pelan. Beberapa detik kemudian kami tertawa.

“Dalam hidup kita sering dihadapkan pada pilihan-pilihan. Dan sesulit apapun untuk menentukannya, kita tetap harus memilih. Tidak ada pilihan yang salah. Bahkan saat kita merasa kecewa atas pilihan yang kita buat, setidaknya kita telah belajar dari itu.” Dia kembali merebahkan diri. Kembali ke posisi sebelumnya; menghadap ke atas. Dari samping matanya terlihat terpejam.


Orang ini. Meski baru beberapa kali bertemu kenapa rasanya seperti teman lama? 

Comments

Popular posts from this blog

Home is My Favorite Word

  Salah satu kata favoritku dalam bahasa inggris adalah ‘home’ yang berarti rumah. Memang kata rumah dalam bahasa inggris bukan hanya ‘home’, ada ‘house’ juga. Yang menjadi pembeda, saat kita bilang ‘house’ maka artinya hanya sebatas ‘bangunan fisik’ yang kita tempati. Tidak lebih. Sedangkan saat kita bilang ‘home’ kita tidak hanya bicara tentang bangunan fisik, kita bicara tentang perasaan. ‘Home’ berarti perwujudan apapun yang membuat kita nyaman dan menemukan cinta. Maka itu bisa tempat, bangunan, atau bahkan orang. Selama kita merasa nyaman. Selama kita merasa aman. Selama kita merasa dicintai. Selama kita bisa menjadi diri kita sendiri tanpa khawatir dinilai. Selama kita bahagia. Maka tidak penting dalam bentuk apapun, itu adalah ‘home’. Ketika seseorang bilang ke kita “you are my home” atau “you feel like home to me”, bagiku itu adalah bentuk penghargaan tertinggi.

Kenangan

  Aku biasanya berbaring di sampingmu. Semenjak kecil. Mendengarkanmu bercerita banyak hal. Apa saja, termasuk keinginan-keinginan sederhanamu. Terlalu sederhana. Seperti saat kau memintaku untuk membelikanmu sebuah sandal yang nyaman untuk kau pakai di rumah. Kadang giliranmulah yang mendengarkan aku bercerita. Lebih tepatnya berkeluh kesah. Saat banyak hal menyakitkan terjadi. Saat hati sesak, penuh dengan beban. Mengobrol denganmu selalu menjadi obat. Saat jauhpun kita tidak pernah absen mengobrol. Saling menelepon menjadi rutinitas kita. Meskipun hanya beberapa menit. Kau bilang; “Yang penting kmalongo nik Alan ni suara do” Sekarang, hening. Tempat tidur yang biasanya kau tempati, di mana aku biasanya berbaring di sisimu, sekarang kosong. Kau tidak lagi di situ. Tidak ada lagi senandung-senandung kecilmu. Pun obrolan-obrolan kita. Aku tidak bisa lagi mendengarkan suaramu. Semesta memutuskan telepon kita. Padahal masih banyak yang ingin kuceritakan padamu, masih banyak yang ingi...

Review Jurnal - Etika Bisnis dan Profesi

PERAN PENTING ETIKA BISNIS BAGI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN INDONESIA DALAM BERSAING DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN ( https://www.jagakarsa.ac.id ) Jeffry H. Sinaulan (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tama Jagakarsa) DIREVIEW OLEH Fachran Nurdiansyah Arifin A.     LATAR BELAKANG Dengan berkembangnya dunia ekonomi tentunya pelaku ekonomi harus memerhatikan faktor-faktor terkait dengan perkembangan tersebut. Dalam perusahaan dibutuhkan perencanaan jangka panjang dan strategi yang tepat untuk dapat bersaing dalam persaingan global yang sangat ketat saat ini. Selain itu, faktor lain yang perlu diperhatikan dalam perusahaan untuk dapat bersaing dalam perkembangan ekonomi saat ini adalah terkait dengan masalah “etika”. Etika sangatlah penting bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya juga dalam mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk yang dijual oleh perusahaan. Tentunya hal tersebut juga berpengaruh terhadap tingkat...