Selain
laut, bubane adalah salah satu tempat
yang disukai oleh anak-anak di Sagawele.
Bubane atau dalam bahasa
Indonesia yang berarti kebun, adalah Mall bagi mereka. Kurang lebih seperti
itu. Buktinya pada hari libur, hari Minggu misalnya, banyak anak-anak kecil
yang menghabiskan waktu di sana. Bahkan kadang, saat tidak libur pun mereka
tetap pergi ke sana sepulangnya mereka dari sekolah. Kalau bukan bersama orang
tua maka pasti dengan teman-teman.
Ketika
pergi bersama orang tua maka kegiatan mereka tidak lain tentunya berkebun,
membantu orang tua untuk membersihkan hama tanaman mereka, memanen tanaman,
atau menanami kembali kebun mereka dengan kasbi.
Ya, kasbi . Tanaman pokok orang-orang
di Sagawele. Selain itu juga mereka menanam kelapa, mangga, pepaya, dan
tanaman-tanaman lainnya seperti terong, rica, dan lain-lain. Seusai membantu
orang tua barulah waktunya untuk ‘bermain’. ‘Bermain’; memetik kelapa muda di
kebun untuk diminum, mencari kelapa tua yang jatuh untuk dijual nanti sepulang
dari kebun, mencari buah mangga masak yang jatuh, dan kadang membuat perangkap
untuk menangkap burung.
Kalau
bersama teman sudah pasti bukan untuk berkebun, mereka hanya ‘bermain’.
Biasanya sebelum pergi mereka sudah menentukan mereka akan ‘bermain’apa di
sana. Apakah mencari kelapa tua untuk dijual, mencari mangga atau memetiknya,
menangkap burung, dan atau jenis-jenis ‘permainan’ lainnya. Tapi nih, jika
bersama teman-teman, kelapa-kelapa dan mangga yang jatuh di bawah pohon-pohonnya,
yang mereka ambil, biasanya adalah kelapa-kelapa dan mangga orang lain. Kadang
jika tidak ada yang jatuh mereka akan memetiknya langsung dari pohon. Tidak
peduli kelapa siapa, tidak peduli mangga siapa, tidak peduli pohon-pohon
tersebut ada di kebun siapa. Bahkan mereka sudah siap dengan resiko jika yang
empunya kebun tiba-tiba datang saat mereka melakukan aksi mereka. Masih di atas
pohon pun mereka akan langsung lompat lalu lari terbirit-birit. Atau jika
sedang sial dan tertangkap mereka tidak akan menangis meski dirotani.
Ah,
dasar anak-anak. Meski bukan salah satu perbuatan terpuji, saya yakin itu akan
menjadi salah satu kenangan yang terlalu seru untuk mereka lupakan begitu saja.
Dan saat tua nanti mereka akan mengenangnya sambil tersenyum-senyum.
Ngomong-ngomong
soal kebun, nih, jika biasanya kebun letaknya di dekat rumah maka berbeda
dengan di Sagawele. Kebun-kebun warga di Sagawele terpisah cukup jauh dengan
rumah-rumah mereka. Dan menariknya kebun-kebun di sana dibagi atas beberapa
daerah yang diberi nama berbeda-beda. Mulai dari yang dekat dengan rumah-rumah warga, Sosolo, Bubane Kutu, Bubane Mastura, Bubane
Lalo, Bubane Dom, Ululi, Ululi Loan, Dika Kutu, Dika Lalo, dan Tuadak. Kecuali Tuadak, sepuluh daerah kebun lain masih satu daratan dengan desa Sagawele.
Tidak ada papan nama yang dipasang untuk menandai masing-masing daerah kebun
tersebut atau menandai batas-batasnya, karena orang-orang Sagawele sudah hafal
betul mana batas Sosolo dan Bubane Kutu, atau batas Bubane Mastura dengan Bubane Lalo, Bubane Lalo dengan Bubane Dom, dan batas-batas antara bubane yang satu dengan yang lainnya.
Karena
jarak antara rumah dan daerah-daerah kebun cukup jauh biasanya orang-orang di
Sagawele menggunakan perahu atau katinting.
Tapi, banyak juga yang memilih jalan kaki. Baik yang kebunnya hanya di Sosolo atau yang paling jauh di Dika Lalo. Kecuali untuk ke Tuadak tentunya, karena daerah kebun ini pulaunya terpisah sendiri jadi otomatis
untuk ke sana harus mengunakan perahu. Tidak mungkin berenang, dong! Bahkan
orang gila pun tidak akan melakukannya. Pun tidak akan dilakukan oleh Romeo
untuk membuktikan cintanya pada Juliet. Atau Jack pada Ros.
Siapa
juga yang mau berenang berkilo-kilo jika ada perahu yang bisa digunakan?
Comments