Skip to main content

SAGAWELE: Mahasiswa KKS UMMU

"Perpisahan yang penuh dengan tangisan adalah perpisahan yang tidak kita inginkan. Perpisahan yang ditangisi adalah perpisahan dengan orang  yang kita kasihi."
(-Alan Arifin)


Seorang anak berseragam putih-merah sedang berdiri di depan kelas membelakangi papan tulis hitam yang dipaku ke dinding dengan cat berwarna kuning yang sudah memudar. Untuk ukuran anak sekolah anak ini boleh dibilang rapi. Mulai dari seragam yang kemejanya diisi dalam, dasi, ikat pinggang, kaos kaki, dan sepatu. Kurang topi? Tidak. Topinya diletakkan di atas meja karena aturannya: “tidak boleh memakai topi di dalam kelas”. Anak ini juga terlihat culun. Dasinya yang pendek ujungnya hampir menyentuh kepala ikat pinggangnya. Tidak heran karena ikat pinggangnya melingkar di atas pusarnya. Belum lagi kaos kaki anak ini yang tingginya hampir mencium lututnya. Jika dipakaikan kacamata bulat dan rambutnya disisir ‘belah-tengah’ maka sempurnalah keculunannya.

Anak itu adalah saya.

“Perkenalkan, nama saya Fachran Nurdiansyah Arifin.  Saya biasa dipanggil Alan”

Saya akui meski level percaya diri saya sangatlah tinggi saat itu hanya itu yang bisa saya katakan saat maju dan memperkenalkan diri di depan teman-teman kelas dan kakak-kakak mahasiswa KKS dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU). Well, itu sudah memenuhi kriteria ‘perkenalan singkat’ bukan? Setidaknya untuk ukuran anak SD. Buktinya kakak yang berdiri di samping saya menyuruh teman-teman kelas untuk bertepuk tangan seusai saya memperkenalkan diri.
“Ayo, siapa lagi yang berani maju ke depan untuk memperkenalkan diri selain Farhan?” Kakak itu pada teman-teman lain. Tapi tunggu. Dia salah menyebutkan nama saya.
“Fachran, kak. Bukan Farhan” Saya protes. Seisi kelas tertawa. Saya heran kenapa banyak orang yang sering salah menyebut nama saya. Susahkah menyebut huruf ‘h’ lebih dulu dibandingkan huruf ‘r’?. Kenapa juga kakak itu tidak memanggil saya Alan saja?

Beberapa detik kemudian setelah kakak tadi bertanya kembali, teman-teman lain satu persatu mulai maju dan memperkenalkan diri. Setelah itu barulah giliran kakak-kakak mahasiswa KKS UMMU.  Mereka ada sekitar sembilan atau sepuluh orang. Mereka mengucap salam, menyapa kami dengan gaya mereka masing-masing lalu berbicara dua patah-kata sebelum memperkenalkan diri.  Istilahnya sepinang-kapur-sirih sebelum mereka menyebutkan nama lengkap dan nama panggilan mereka, asal mereka, dan jurusan kuliah mereka.

Dimulai dengan kakak perempuan yang berdiri di samping kursi dan meja guru, namanya Kak Wiwin. Lalu kakak laki-laki berambut gondrong yang dari awal masuk ke kelas kami sudah senyum-senyum dan tertawa, namanya Kak Aji. Lalu ada Kak Ais yang berdiri di samping Kak Aji. Ada juga kak Iky.

Setelah itu giliran kakak yang meminta kami memperkenalkan diri -yang salah menyebut nama saya. Kakak itu ternyata bernama panggilan Ais juga. Jadi ada dua Ais. Tapi kak Ais yang kedua ini selanjutnya kami panggil Ustad Ais, bentuk penghargaan kami setelah mengenalnya beberapa hari kemudian. Adzannya bagus, pandai mengaji, dan paling rajin sholat.

Berikutnya kakak-kakak yang lain juga memperkenalkan diri. (Sayang saya tidak bisa mengingat nama mereka sekarang).

***    ***    ***

Hampir satu dekade berlalu.

 Bagaimana kabar mereka sekarang? Di mana mereka sekarang? Apakah mereka masih mengingat orang-orang Sagawele? Atau siswa-siswi SD Sagawele?Apakah mereka masih mengingat kami? Saat mereka berbagi ilmu di sekolah juga di TPQ bersama guru mengaji kami? Apakah mereka masih mengingat momen perpisahan malam itu saat KKS mereka telah berakhir?

Ahh, catat! Perpisahan yang penuh dengan tangisan adalah perpisahan yang tidak kita inginkan. Perpisahan yang ditangisi adalah perpisahan dengan orang  yang kita kasihi.

Malam itu, aula pertemuan desa riuh oleh suara tangis. Tidak ada yang tidak menangisi perpisahan malam itu. Masih ingatkah mereka tentang malam itu?

Mungkin.

Meski tidak bertemu dengan mereka lagi, semoga mereka baik-baik saja.

Dan jika kebetulan…jika kebetulan mereka  membaca tulisan ini maka saya ingin meminta maaf kepada mereka karena saat malam perpisahan itu, saat giliran anak-anak SD untuk menyalami mereka, saya menyeka air mata menggunakan jas almamater mereka ketika dipeluk. Hahaha. Astaga.

Mereka pasti tidak menyangka jika anak culun yang mereka puji rapi dulu; yang mereka pilih untuk menulis absen di TPQ setelah mengadakan sayembara tulisan siapa yang bagus-yang saya sendiri bingung kenapa tulisan saya yang saat itu jelek dibandingkan tulisan beberapa teman lain dan kakak-kakak kelas, malah dipilih; ternyata beberapa tahun kemudian kuliah di kampus mereka, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. Se-almamater dengan mereka.



Comments

Popular posts from this blog

Home is My Favorite Word

  Salah satu kata favoritku dalam bahasa inggris adalah ‘home’ yang berarti rumah. Memang kata rumah dalam bahasa inggris bukan hanya ‘home’, ada ‘house’ juga. Yang menjadi pembeda, saat kita bilang ‘house’ maka artinya hanya sebatas ‘bangunan fisik’ yang kita tempati. Tidak lebih. Sedangkan saat kita bilang ‘home’ kita tidak hanya bicara tentang bangunan fisik, kita bicara tentang perasaan. ‘Home’ berarti perwujudan apapun yang membuat kita nyaman dan menemukan cinta. Maka itu bisa tempat, bangunan, atau bahkan orang. Selama kita merasa nyaman. Selama kita merasa aman. Selama kita merasa dicintai. Selama kita bisa menjadi diri kita sendiri tanpa khawatir dinilai. Selama kita bahagia. Maka tidak penting dalam bentuk apapun, itu adalah ‘home’. Ketika seseorang bilang ke kita “you are my home” atau “you feel like home to me”, bagiku itu adalah bentuk penghargaan tertinggi.

Kenangan

  Aku biasanya berbaring di sampingmu. Semenjak kecil. Mendengarkanmu bercerita banyak hal. Apa saja, termasuk keinginan-keinginan sederhanamu. Terlalu sederhana. Seperti saat kau memintaku untuk membelikanmu sebuah sandal yang nyaman untuk kau pakai di rumah. Kadang giliranmulah yang mendengarkan aku bercerita. Lebih tepatnya berkeluh kesah. Saat banyak hal menyakitkan terjadi. Saat hati sesak, penuh dengan beban. Mengobrol denganmu selalu menjadi obat. Saat jauhpun kita tidak pernah absen mengobrol. Saling menelepon menjadi rutinitas kita. Meskipun hanya beberapa menit. Kau bilang; “Yang penting kmalongo nik Alan ni suara do” Sekarang, hening. Tempat tidur yang biasanya kau tempati, di mana aku biasanya berbaring di sisimu, sekarang kosong. Kau tidak lagi di situ. Tidak ada lagi senandung-senandung kecilmu. Pun obrolan-obrolan kita. Aku tidak bisa lagi mendengarkan suaramu. Semesta memutuskan telepon kita. Padahal masih banyak yang ingin kuceritakan padamu, masih banyak yang ingi...

Review Jurnal - Etika Bisnis dan Profesi

PERAN PENTING ETIKA BISNIS BAGI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN INDONESIA DALAM BERSAING DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN ( https://www.jagakarsa.ac.id ) Jeffry H. Sinaulan (Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Tama Jagakarsa) DIREVIEW OLEH Fachran Nurdiansyah Arifin A.     LATAR BELAKANG Dengan berkembangnya dunia ekonomi tentunya pelaku ekonomi harus memerhatikan faktor-faktor terkait dengan perkembangan tersebut. Dalam perusahaan dibutuhkan perencanaan jangka panjang dan strategi yang tepat untuk dapat bersaing dalam persaingan global yang sangat ketat saat ini. Selain itu, faktor lain yang perlu diperhatikan dalam perusahaan untuk dapat bersaing dalam perkembangan ekonomi saat ini adalah terkait dengan masalah “etika”. Etika sangatlah penting bagi perusahaan dalam menjalankan bisnisnya juga dalam mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen dalam membeli atau mengkonsumsi produk yang dijual oleh perusahaan. Tentunya hal tersebut juga berpengaruh terhadap tingkat...