“Nene oke hapangin lak jam 4 e” Pintaku padamu dulu saat masih sekolah.
Aku selalu memintamu membangunkan aku untuk belajar setiap subuh. Menemaniku membaca atau menghafal pelajaran-pelajaran sekolah. Setelah itu aku memintamu untuk mengujiku; menanyakan apa saja berkaitan dengan apa yang baru kubaca atau kuhafal.
Saat kebetulan ada ulangan dan aku pulang dengan wajah murung, kau selalu meyakinkanku bahwa nilaiku pasti bagus.
“Lak e nik Alan jado” Katamu selalu.
Kau orang yang selalu percaya padaku saat aku sendiri ragu pada diriku. Saat aku kadang malu pada diriku sendiri, saat aku kadang merasa hina sendiri, kau orang yang selalu membanggakan aku.
Kau tidak pernah menyentil sedikitpun hatiku. Sebaliknya, kau seperti meletakkan perasaanmu di dalamnya. Apapun yang menyakitiku akan menyakitimu juga. Aku sering melihatmu menitikkan airmata saat tahu aku terluka, saat ada hal-hal yang kau tahu mengusik dan menyakitiku.
Aku masih ingat, pernah suatu saat asmaku kumat dan dilarikan ke mantri menggunakan perahu katinting. Di atas perahu, sambil terus mengelus dan memijit-mijit dadaku, kau sesekali menyeka air matamu.
Nek, aku berusaha untuk ikhlas dan menerima semuanya. Tapi setiap kali mengingat kenyataan bahwa kau telah pergi selamanya, semua usaha itu rasanya sia-sia. Aku rindu. Aku rindu tatapanmu saat melihatku belajar atau sekadar bercerita. Aku rindu tanganmu saat mengelus-elus punggungku. Aku rindu mendengarkan suaramu memanggilku.
Saat kecil aku selalu mengekorimu kemana saja. Jika kebetulan kau tak dirumah, aku akan mencarimu kemana-mana sampai ketemu. Sekarang, meskipun tahu kemana aku harus datang untuk menemuimu, aku tak akan bisa melihatmu lagi seperti dulu. Aku tidak bisa membawamu pulang ke rumah.
Hari ini, orang-orang berdatangan ke rumah lagi. 20 harimu secepat itu, nek. Rumah jadi ramai meskipun rasanya kosong karena kau tak di sini
Comments